Memaafkan Ketika Mampu Membalas
Memaafkan Ketika Mampu Membalas adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 18 Sya’ban 1446 H / 17 Februari 2025 M.
Kajian Tentang Memaafkan Ketika Mampu Membalas
Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam. Ketika saudara-saudaranya hendak menjalankan niat jahatnya, mereka pun memasukkan Nabi Yusuf ke dalam sumur.
Sebelumnya, mereka merayu ayah mereka (Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam) agar mengizinkan Yusuf ikut bersama mereka. Awalnya, Nabi Ya’qub enggan mengizinkan, tetapi akhirnya beliau memberikan izin dengan peringatan agar menjaga Yusuf dengan baik. Namun, begitu jauh dari pengawasan sang ayah, mereka pun menyakiti Nabi Yusuf, mencacinya, memukulnya, dan menghina beliau. Hingga akhirnya, mereka melemparkan beliau ke dalam sumur dan meninggalkannya di sana.
Setelah itu, mereka membuat kedustaan dengan melumuri pakaian Nabi Yusuf dengan darah kambing, lalu kembali kepada ayah mereka dengan menangis, berpura-pura sedih, dan berkata bahwa Nabi Yusuf telah dimakan serigala.
Singkat cerita, setelah mengalami berbagai ujian, Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam akhirnya menjadi seorang pemimpin besar di Mesir, sebagai pengelola perbendaharaan negeri. Pada saat terjadi musim paceklik dan kelaparan, saudara-saudaranya yang dahulu telah menzaliminya datang ke Mesir untuk meminta bantuan makanan. Saat itu, Nabi Yusuf memiliki kekuasaan penuh untuk memberikan atau menolak bantuan. Jika Nabi Yusuf ingin membalas dendam, tentu beliau bisa melakukannya. Namun, apakah beliau membalas dendam? Tidak.
Ketika saudara-saudaranya datang, Nabi Yusuf menyambut mereka dengan baik. Beliau kemudian berkata sebagaimana yang Allah firmankan dalam Surah Yusuf ayat 89:
قَالَ هَلْ عَلِمْتُمْ مَا فَعَلْتُمْ بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ
”Yusuf berkata: ”Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?”.” (QS. Yusuf[12]: 89)
Tidak hanya menzalimi, mereka juga menuduh Nabi Yusuf sebagai pencuri. Saat Nabi Yusuf ingin menahan Bunyamin bersamanya, piala raja diletakkan dalam barang bawaan Bunyamin. Maka saudara-saudaranya berkata:
قَالُوا إِنْ يَسْرِقْ فَقَدْ سَرَقَ أَخٌ لَهُ مِنْ قَبْلُ ۚ فَأَسَرَّهَا يُوسُفُ فِي نَفْسِهِ وَلَمْ يُبْدِهَا لَهُمْ ۚ قَالَ أَنْتُمْ شَرٌّ مَكَانًا ۖ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَصِفُونَ
Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.
Mereka berkata: “Jika ia mencuri, maka sesungguhnya, telah pernah mencuri pula saudaranya sebelum itu”. Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): “Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan itu”.
قَالُوا إِنْ يَسْرِقْ فَقَدْ سَرَقَ أَخٌ لَهُ مِنْ قَبْلُ ۚ
“Jika dia (Bunyamin) mencuri, maka saudaranya (Yusuf) sebelum ini juga pernah mencuri.” ((QS. Yusuf[12]: 77)
Padahal, siapa yang berada di hadapan mereka saat itu? Nabi Yusuf sendiri! Mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang berbicara langsung dengan Yusuf, yang dahulu mereka lempar ke sumur.
Ketika mendengar tuduhan itu, Nabi Yusuf merasa kesal. Namun, beliau tidak menunjukkan kekesalannya kepada mereka. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَأَسَرَّهَا يُوسُفُ فِي نَفْسِهِ وَلَمْ يُبْدِهَا لَهُمْ ۚ قَالَ أَنْتُمْ شَرٌّ مَكَانًا ۖ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَصِفُونَ
“Maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka. Dia berkata (dalam hatinya): “Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu terangkan itu”.” (QS. Yusuf[12]: 77)
Subḥanallah, dari kisah ini kita dapat belajar tentang kesabaran, ketakwaan, dan keikhlasan Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam. Meskipun beliau mengalami kezaliman yang begitu besar, beliau tidak menyimpan dendam, bahkan memilih untuk memaafkan saudara-saudaranya.
Sesungguhnya saudara-saudara Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam telah menzaliminya. Selain itu, mereka juga membuat ayah mereka (Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam) bersedih berkepanjangan. Nabi Ya’qub terus menangis hingga matanya menjadi buta karena kesedihan yang mendalam.
Namun, ujian itu tidak hanya menimpa Nabi Yusuf dan ayahnya. Saudara-saudara Nabi Yusuf pun diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kefakiran, kesempitan, dan kelaparan.
Di saat mereka ditimpa kesulitan, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat derajat Nabi Yusuf, menjadikannya sebagai pembesar di Mesir. Dalam kondisi kekurangan dan membutuhkan makanan, mereka datang menemui Nabi Yusuf untuk meminta bantuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Yusuf ayat 88-91:
فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَيْهِ قَالُوا يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا الضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُزْجَاةٍ فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّ اللَّهَ يَجْزِي الْمُتَصَدِّقِينَ
“Maka Ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: “Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah”.” (QS. Yusuf[12]: 88)
Saat itulah Nabi Yusuf mengungkapkan jati dirinya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قَالَ هَلْ عَلِمْتُمْ مَا فَعَلْتُمْ بِيُوسُفَ وَأَخِيهِ إِذْ أَنْتُمْ جَاهِلُونَ
“Yusuf berkata: “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya Ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?”.” (QS. Yusuf[12]: 89)
Mendengar hal itu, mereka pun terkejut dan bertanya:
قَالُوا أَإِنَّكَ لَأَنْتَ يُوسُفُ ۖ قَالَ أَنَا يُوسُفُ وَهَٰذَا أَخِي ۖ قَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا ۖ إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
”Mereka berkata: ”Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?”. Yusuf menjawab: ”Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” (QS. Yusuf[12]: 90)
Dari kisah ini, kita dapat belajar bahwa Allah selalu menolong hamba-Nya yang bertakwa dan bersabar. Nabi Yusuf yang dahulu terzalimi, akhirnya diangkat derajatnya oleh Allah. Dan saudara-saudaranya yang dahulu menyakitinya, akhirnya datang dengan kerendahan diri, memohon pertolongan kepada Yusuf yang mereka zalimi sebelumnya.
Subḥānallāh! Betapa agungnya hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menetapkan segala sesuatu.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54957-memaafkan-ketika-mampu-membalas/